Koperasi Masa Lalu, Masa Kini dan Masa Depan Tahun 2018 adalah rapat anggota tahunan kedua koperasi Wirausaha Jabar Sejahtera...
Koperasi Masa Lalu,
Masa Kini dan Masa Depan
Tahun 2018 adalah rapat anggota tahunan kedua koperasi Wirausaha Jabar Sejahtera (WJS), sebuah koperasi yang saya ikuti. Koperasi yang didirikan oleh alumni peserta program wirausaha baru Jawa Barat pada tahun 2015. Rata-rata anggota WJS berusia antara 25-50 tahun. Hanya sedikit yang berusia di atas 50 tahun. Berarti, terdapat dua generasi yang aktif di koperasi WJS, yaitu generasi X yang lahir pada tahun 1956-1979, dan generasi Y. Generasi Y atau dikenal sebagai generasi milenial, lahir pada tahun 1980-2000. Pantas, kalau rapat sesekali berbenturan. Karena ternyata, dua kelompok generasi ini memiliki karakter yang berbeda.
Dalam riset yang dilakukan oleh Anantatmula dan Srivastav, 2012, terdapat 4 perbedaan karakter antara generasi X dan Y saat berada dalam satu tim kerja. Perbedaan tersebut adalah pada sikap di tempat kerja, gaya kepemimpinan, motivasi, dan gaya belajar. Berikut perbandingannya:
Sikap di tempat kerja
Generasi X
Practical, pesismis, worklife balance, teknis, independen, beradaptasi. Sudah mulai independen tetapi masih fokus pada
teknis dan aturan. Menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan sosialnya.
Generasi Y
Ambisius, kepercayaan diri, multi tasking, independen. Generasi yang dekat dengan teknologi, mudah mendapatkan informasi. Generasi Y cenderung independen dan tidak mau bergantung
pada orang lain maupun pada aturan.ki
Gaya Kepemimpinan
Generasi X
Practical, goal oriented
Generasi Y
Flexible, Lack of social grace
Motivasi
Generasi X
Time of aa intencive
Generasi Y
Higher Motivation, Monetary Gain, lower need for social gain
Learning Style
Generasi X
Technology focus, mentora
Generasi Y
Creative thinking, visual.
Bisa dibayangkan menyatukan dua generasi dalam sebuah badan usaha yang memiliki prinsip bahwa semua anggota memiliki suara yang sama, satu orang, satu suara. Merujuk pada Undang-undang nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, pada pasal 5, dicantumkan prinsip koperasi sebagai berikut :
a. keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b. pengelolaan dilakukan secara demokratis;
c. pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota;
d. pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
e. kemandirian.
Prinsip-prinsip ini tidak hanya digunakan oleh koperasi di Indonesia, tetapi juga di dunia. Hal ini yang kemudian membedakan koperasi dengan badan usaha lainnya. Jika melihat prinsip koperasi, sebetulnya akan cocok dengan karakter bisnis jaman sekarang yang cenderung egaliter. Tetapi, kenapa anak muda di Indonesia sepertinya enggan menggunakan badan usaha koperasi sebagai legalitas bisnis mereka?
Bisnis Anak Muda
Seperti yang dirilis oleh depkop.go.id, menurut Menteri Koperasi dan Umkm Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, ratio wirausaha di Indonesia di tahun 2017 naik jadi 3,1 %. Ratio ini lebih tinggi dibandingkan ratio wirausaha berdasarkan data pada tahun 2013/2014. Gerakan kewirausahaan nasional (GKN) yang merupakan salah satu program unggulan Kementrian Koperasi dan Umkm menjadi penyumbang naiknya jumlah wirausaha. Terlebih adanya dukungan program sejenis seperti yang dilakukan Kementrian Pemuda dan Olah raga, Kementrian Pertanian, Kementrian Pendidikan Tinggi, serta beberapa Pemerintah daerah. Tumbuhnya wirausaha juga disinyalir di beberapa perguruan tinggi, dimana sebagian lulusan memilih menjadi wirausaha daripada bekerja.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwi Susilo dan Kartono Muhamad, 2015, terdapat 45 % mahasiswa yang memilih menjadi wirausaha saat lulus. Kondisi serupa juga terjadi di beberapa perguruan tinggi, hal ini diduga akibat banyaknya pengangguran sarjana. Mengutip berita di hariann Pikiran Rakyat (26/3/2018), terdapat 630.000 sarjana menganggur, atau setara 8,8 % dari total penganggur.
Seiring dengan berkembangnya jaman, usaha yang dijalankan oleh anak muda masa kini, umumnya berkaitan dengan ekonomi kreatif dan teknologi digital. Hal ini dilihat pada berbagai event pameran kewirausahaan. Walau sayang belum ada data statistik terkait. Sedangkan secara legal, masih sedikit usaha yang memiliki badan usaha. Secara keseluruhan, menurut sensus ekonomi tahun 2016, hanya 4 % usaha yang sudah memiliki badan usaha, dengan bentuk badan usaha adalah firma atau CV sebanyak 4 juta unit. Sedangkan yang menggunakan badan usaha koperasi berjumlah 94.830 unit. Berapa banyak koperasi yang diikuti generasi milenial? Mari kita lihat.
Koperasi Generasi Milenial
Dalam acara pelatihan koperasi tahun lalu, sangat sedikit wajah segar generasi milenial yang hadir. Umumnya peserta adalah pensiunan. Dimanakah anak muda berada? Padahal saat ini di tingkat dunia, koperasi menjadi badan usaha yang diminati termasuk anak muda. Masih berdasarkan sensus ekonomi, koperasi di sektor keuangan atau lebih dikenal dengan koperasi simpan pinjam jumlahnya paling banyak yaitu 49.361 unit. Koperasi perdagangan menempati tempat kedua, sebanyak 12.312 unit. Belum ada data rinci berapa banyak koperasi yang didirikan atau dikelola anak muda. Akan tetapi, dalam situsnya, Koperasi Pemuda Indonesia (KOPINDO) menulis bahwa saat ini memiliki anggota sebanyak 186 koperasi yang terdiri dari koperasi mahasiswa (Kopma), Koperasi Pemuda (Kopeda), Koperasi pondok pesantren (Kopontren), Koperasi Pramuka (Kopram) dan Koperasi Siswa (Kopsis).
Secara umum, ada 4 hal yang diperkirakan menjadi kendala generasi milenial enggan untuk bergabung dengan koperasi, terutama yang menjadi pelaku wirausaha. Keempat masalah tersebut, adalah sebagai berikut :
1. Tata kelola koperasi yang sebagian tidak profesional
Besarnya jumlah koperasi saat ini tidak diikuti dengan profesionalitas. Dimana, banyak koperasi yang bersikap seperti ormas, dibangun dengan tujuan untuk mendapatkan bantuan. Sehingga muncul stigma negatif tentang koperasi di kalangan anak muda. Selain itu, masih sedikit koperasi yang sudah terkoneksi secara digital. Hal ini disebabkan koperasi yang berjalan dikelola oleh generasi baby boomers atau generasi Y, yang sebagian kurang familiar dengan teknologi ICT.
2. Persepsi bahwa bisnis koperasi harus simpan pinjam
Besarnya jumlah koperasi di sektor keuangan memunculkan persepsi bahwa usaha koperasi adalah simpan pinjam. Dalam penjelasan pasal 16 Undang-undang no 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, terdapat 5 jenis koperasi yang dapat didirikan, yaitu : Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran dan Koperasi Jasa. Akan tetapi, usaha koperasi seperti koperasi produsen atau pemasaran cukup terbatas. Padahal saat ini di dunia sedang berkembang bentuk koperasi pegawai, dimana koperasi dimiliki oleh pendiri dan pegawai. Sehingga bisnis menjadi besar.
3. Jumlah pendiri minimal 20 orang
Hal ini yang menjadi salah satu kendala pada generasi milenial. Tidak mudah untuk mengumpulkan 20 orang dengan visi dan misi yang sama. Apalagi melihat anak muda sekarang sangat idealis dan pragmatis. Daripada sulit mengumpulkan 20 orang, lebih baik mendirikan usaha perorangan atau menggunakan badan usaha lain yang lebih mudah. Walau jika dibandingkan, badan usaha koperasi memiliki karakter yang tepat untuk anak muda.
4. Masih sedikitnya kisah sukses koperasi di Indonesia
Anak muda sangat haus dengan contoh. Kesuksesan Gojek, Traveloka, Bukalapak, dari start up menjadi unicorn, menjadi mimpi banyak anak muda. Begitu pula, kesuksesan para pengusaha yang dulunya berangkat dari nol. Akan tetapi, kisah sukses koperasi tidak terlalu terdengar di anak muda. Berbeda dengan kisah sukses koperasi di dunia. Koperasi pekerja Mondragon di Spanyol, saat ini menjadi salah satu contoh sukses koperasi yang didirikan oleh para penganggur dengan 74.000 pekerja.
Re-Branding Koperasi Era Milenial
Dalam upaya melakukan re-branding koperasi yang dapat menarik minat generasi milenial, terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan, diantaranya :
1. Menggunakan teknologi digital dalam pengelolaan koperasi
Penggunaan digitalisasi koperasi menjadi suatu keniscayaan. Bukan hanya serba terhubung dengan komputer maupun internet, tetapi juga memberikan berbagai kemudahan. Misalnya, pembayaran simpanan cukup dengan transfer baik antar bank maupun menggunakan e-money. Bukti transaksi secara langsung diterima oleh anggota, tanpa harus menunggu. Begitu pula dengan pengajuan pembiayaan, yang dapat menggunakan model seperti yang dilakukan oleh lembaga keuangan berbasis teknologi (fintech).
Selain secara software, secara soft skill juga persepsi koperasi yang kuno, lambat, dan tertutup, berubah menjadi modern, cepat dan transparant. Tentunya akan ada investasi yang harus dikeluarkan oleh koperasi. Demi kebaikan, serta meningkatkan kepercayaan anggota, hal tersebut haruslah dilakukan.
2. Bisnis Koperasi Sesuai Visi, Misi dan Karakter Anggota
Umumnya bisnis koperasi di Indonesia berjalan tanpa terencana. Berbeda dengan bisnis di dunia saat ini yang direncanakan secara matang, menggunakan bisnis model dan bisnis plan. Hal ini tentunya menjadi sebuah tuntutan, disaat para anggota memiliki bisnis dengan visi sangat besar, maka koperasi harus juga memiliki visi yang jauh. Maka koperasi saat didirikan harus memiliki visi yang jelas, akan menjadi apa dan berkembang ke arah mana. Sesuai dengan karakter generasi milenial yaitu motivasi tinggi dan mengejar keuntungan. Oleh karenanya, koperasi tidak harus simpan pinjam. Beberapa kisah sukses koperasi dunia dapat menjadi contoh. Bukan tidak mungkin, kelak contoh sukses itu akan datang dari Indonesia.
3. Jumlah pendiri dapat kurang dari 20
Hal ini masih menjadi perdebatan diantara para penggiat koperasi. Mengutip pernyataan Pak Suroto dalam majalah Cooperative No 7 September 2017, hal 5, salah satu upaya re-branding koperasi adalah dengan melakukan deregulasi jumlah anggota koperasi. Seperti yang diatur dalam International Cooperative Alliance, bahwa pendiri koperasi di beberapa negara, cukup oleh 2 orang. Sehingga koperasi kelak akan lebih berperan dalam pembangunan, sama halnya dengan badan usaha lain, seperti Perseroan Terbatas (PT). Perubahan ini tentunya harus dilakukan melalui perubahan undang-undang, seperti yang saat ini sedang dilakukan pembahasan di DPR.
4. Memperbanyak Kisah Sukses Koperasi
Saat ini Indonesia memiliki koperasi dengan skala besar. Sebut saja koperasi Telkomel atau Kopkar Semen Gresik, untuk koperasi Karyawan. Kospin Jasa dan Credit Union pancur kasih untuk koperasi simpan pinjam. Kopkun dan Kopindo untuk koperasi yang dijalankan pemuda. Dalam hal ini branding tidak hanya dilakukan oleh koperasi yang bersangkutan, tetapi juga oleh pihak pemerintah dan gerakan koperasi.
Upaya re-branding koperasi untuk dapat terus hidup di Indonesia, tentunya harus mengikuti karakter generasi mendatang, diantaranya generasi Y (milenial) diikuti generasi Z. Apa yang ada di luar negeri, akan menjadi salah contoh. Seperti perubahan ekonomi dunia, yang menurut Pak Rhenal Kasali mengarah pada "disruptive ekonomi". Tidak menutup kemungkinan, yang sekarang ini mapan berangsur menghilang diikuti dengan yang baru. Mal dan pertokoan berganti menjadi toko online, layanan transaksi keuangan konvensional tergeser fintech dan e-money. Begitu pula koperasi konvensional berubah menjadi koperasi modern. Pergeseran tadi haruslah diikuti kesiapan dari semua pihak, mulai dari pemerintah sebagai regulator, gerakan koperasi, para pelaku usaha, dan masyarakat.
Semangat pemerintah haruslah mendapat dukungan semua pihak. Bagi saya yang juga adalah anggota koperasi, tentunya akan menjadi kebanggaan jika koperasi yang diikuti menjadi maju. Mimpi bahwa di Indonesia berkembang koperasi modern dan profesional akan segera menjadi nyata, saat semua memiliki visi yang sama tentang koperasi. Tidak ada lagi "Ketua Untung Duluan" atau "Koperasi pengumpul dana hibah". Yang ada hanyalah koperasi sebagai soko guru perekonomian dengan dijalankan secara profesional, dan modern, serta memiliki visi meningkatkan kesejahteraan anggota guna mewujudkan negara adil dan makmur.
Pustaka
Peraturan Perundangan
Undang-undang No 25 Tentang Perkoperasian
Makalah/Laporam
Badan Pusat Statistika, Hasil Pendaftaran Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi, 2016
Hazel Corcoran, 2017, Mondragon Seminar of the Praxi Peace Institute
Susilo Dwi, Kartono Muhamad, 2015, ANALISIS MINAT MAHASISWA TERHADAP KEWIRASAHAAN DENGAN KEINGINAN KERJA MAHASISWA SETELAH LULUS
PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS
EKONOMI UNIVERSITAS PEKALONGAN, Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pekalongan.
Vittal S. Anantatmula, Bobbie Shrivastav, (2012) "Evolution of project teams for Generation Y workforce",
Berita
http://www.depkop.go.id/content/read/ratio-wirausaha-indonesia-naik-jadi-31-persen/
http://www.ica.coop/a-world-wide-strategic-plan-for-co-operatives
http://www.kopindo.net/home
http://www.kopkun.com/profil
http://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/2018/03/26/630000-orang-sarjana-masih-menganggur-421873
http://www.kopkun.com
Suroto, Re-branding Koperasi Butuh Pembaharuan Regulasi, Cooperative, No 07, September 2017
Belum ikut koperasi nih. Di kantor juga enggak. Temen² yg suka heboh kalau habis rapat anggota, soalnya ada SHU...
ReplyDeleteKoperasi di tempat saya nggak jalan mbak sayang ya, padahal banyak yang terbantu dg adanya koperasi
ReplyDeleteSaya ikut koperasi kredit "Credits Union" untuk tabungan anak mbak. Karena tidak ada potongn untuk administrasi.
ReplyDeleteSaya belum pernah ikutan koperasi, jadi pengen buat koperasi dengan sistem
ReplyDeleteSyariah
Belum ada pengalaman di koperasi, pernah do BMT tapi mgkn beda ya
ReplyDeleteSaya belum pernah ikutan koperasi
ReplyDeleteBelum pernah ikut koperasi.semoga pelayanannya bisa update ya, bisa dibayar secara transfer.
ReplyDeleteTerima kasih untuk sharingnya :)
Makasih sharingnya Mbaak😊 saya belum icip-icip ikut koperasi.
ReplyDelete~Mak Belalang~