Sejak hujan turun di awal Oktober 2017, sudah lebih dari 2 kali daerah kami kebanjiran. Banjir menjadi bagian dari kehidupan warga Kabup...
Sejak hujan turun di awal Oktober 2017, sudah lebih dari 2 kali daerah kami kebanjiran. Banjir menjadi bagian dari kehidupan warga Kabupaten Bandung, khususnya di wilayah yang masuk di cekungan dan berada di aliran sungai. Sebut saja Kecamatan Rancaekek, Majalaya, Ciparay, Andir, Baleendah, Bojongsoang, Dayehkolot dan Banjaran. Kecamatan tempat tinggal saya kena sebut, padahal saat membeli rumah di tahun 1997 dulu, daerah yang saya tinggali bukan daerah banjir. Tapi, sejak 10 tahun terakhir ini, setiap tahun, banjir terjadi. "Sudahlah, pindah saja ke dataran yang lebih tinggi, atau pindah kota sekalian." komentar teman-teman saat saya curhat tentang banjir ini di sosial media. Pindah bukan solusi, jadi pasrah saja gitu? entah juga ya. Memang sih, banjir di daerah saya yang tertinggi tidak lebih dari 75 cm. Berbeda dengan wilayah Cieunteung Andir atau Bojongsari dan Tegalluar Bojongsoang yang saat banjir dapat mencapai ketinggian 2-3 m. Tapi, ya tetap banjir. Sehingga ibu-ibu di tempat tinggal kami punya code untuk banjir, yaitu "air limpas". Kalau air sudah limpas/melewati batas drainage/selokan di depan rumah, maka kami harus bergegas memindahkan barang dari lantai. Siap-siap saja kita akan menyaksikan sandal atau mainan yang sedang berenang.
Pengguna Internet di Kabupaten Bandung
Sekarang sudah jaman now, segala bisa pakai aplikasi. Apa sih yang tidak? pesan belanja online, nyalakan lampu online, mengecek data online, termasuk early warning untuk bencana harusnya bisa online. Berdasarkan data statistik pengguna fb di Bandung itu mencapai 3,9 juta. Data itu melingkupi Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat. Saya yakin, komposisi pengguna Fb di Kabupaten Bandung lebih dari 50 %, tersebar dari ujung Nagrek (berbatasan dengan Garut), hingga Pangalengan, Ciwidey, bahkan Dago Pakar. Dari mana saya bisa tahu? Teman-teman saya sesama facebooker itu cukup banyak yang tinggal di Kabupaten Bandung, dan mereka tersebar di 31 kecamatan (sayang saya belum sempat buat tabelnya). Artinya, di setiap penjuru kabupaten Bandung, ada yang terkoneksi dengan internet, hanya penyedia sinyalnya yang berbeda. Ada yang pakai kabel optik, ada yang pakai jaringan telpon, bergantung sinyal mana yang paling bagus di daerah tempat tinggal mereka.
Mungkin saat ini akses internet di kantor pemerintahan belum maksimal, tetapi jangan kaget ya bapak/ibu, masyarakat jaman now apalagi kaum muda generasi Z ini lebih rela tidak makan enak daripada tidak punya kuota. Ketinggalan dompet saja mereka tidak takut. Karena saat ini melalui smartphone, dunia ada di genggaman. Tidak punya uang, tinggal pinjam teman atau minta dikirimi pulsa untuk saldo uang ponsel.
Aplikasi Penanda Bencana via Internet
Saya jadi bermimpi, andaikata Pemda Kabupaten Bandung bersama dengan para provider atau pendidikan tinggi IT (oh ya, di Kabupaten Bandung ada Perguruan Tinggi Telekomunikasi), maka kami sebagai warga yang baik karena taat membayar pajak ini tidak panik saat bencana. Kok bisa, bagaimana caranya? Di teknologi IT itu ada yang namanya IOT (internet of thing), yaitu teknologi yang dapat menghubungkan antara internet dengan benda. ( Sedikit penjelasan tentang IOT).
Apakah yang diukur adalah air di sungai? tentu tidak atuh, kalau air di sungai sudah limpas mah telat. Keburu datang deh banjirnya. Aplikasi yang dimaksud adalah menghubungkan antara curah hujan, dengan prediksi banjir. Tidak hanya banjir, tetapi juga bencana lain, seperti longsor, gunung meletus, dan lainnya. Nah, setiap kota kan ada yang namanya BMKG (Badan Metereologi dan Geofisika), yang salah satu pekerjaannya adalah memprediksi dan menghitung curah hujan. Curah hujan itu, setelah ketahuan jumlahnya, lalu dihubungkan dengan aplikasi di internet yang nanti dibagikan infonya kepada masyarakat. Tentunya, setelah disaring oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Tujuannya, supaya masyarakat tahu apa yang harus dilakukan.
Apakah akurat atau tidak? Jika dihitung dengan detail dan seksama pasti bisa. Kita punya banyak engineer atau insinyur yang ahli dalam IT, geofisika, dan lainnya. Tidak akan sulit untuk melakukan penghitungan. Jika aplikasi ini dapat dilakukan, maka akan sangat membantu masyarakat dalam melakukan kesiapan menghadapi bencana. Yang namanya musibah, kadang datang tiba-tiba, akan tetapi jika bencana tersebut dapat dihindari atau diatasi, akan lebih baik. Sebagai kabupaten yang berada di daerah rawan bencana, maka ke depan Pemerintah Kabupaten Bandung atau Kabupaten lainnya perlu mempertimbangkan penggunaan aplikasi ini.
Informasi Publik via Internet
Dengan meningkatnya penggunaan internet di masyarakat sebetulnya menjadi peluang bagi pemerintah untuk dapat menyampaikan informasi publik. Tidak perlu lagi surat atau poster, cukup melalui pengumuman di sosial media atau web yang dimiliki pemerintah daerah, semua info tersampaikan. Kalau hambatannya adalah staf di pemerintahan terendah belum familiar dengan internet, itu sebetulnya bukan masalah. Dengan melibatkan anak-anak karang taruna yang sedang mencari pekerjaan sebagai operator internet. Mereka dengan senang hati akan bersedia online setiap saat. Sekali lagi, bagi generasi jaman now, urusan internet itu semudah menjentikkan tangan.
Jaman sudah berubah, pemerintah juga harus mau berubah. Sudah bukan lagi jamannya membuat layanan publik dalam waktu lama, apakah itu perijinan, informasi, apapun. Pemberian informasi publik bagi warga dapat digunakan pula melalui internet. Mungkin penggunaan poster, leaflet, spanduk masih perlu, tetapi internet dapat menjadi pertimbangan. Jika berita hoax dapat viral dikalangan netizen, maka informasi publik pun fiharapkan dapat tersebar pula.
Kabupaten Bandung sebagai Bagian dari 100 Smart City
Melihat perkembangan internet di Indonesia menjadi sebuah harapan berkembangnya smart city. Jika kita sebut beberapa kota besar yang sudah mengembangakan, seperti Surabaya, Medan, Jakarta, Solo, Kota Bandung, Bekasi, Jogjakarta dan lainnya, Kabupaten Bandung pun dapat mulai bergerak. Dengan jumlah penduduk sebanyak 3.596.623 jiwa, yang tersebar di 31 kecamatan dalam areal 1762,40 km2, pasti membutuhkan tantangan. Tetapi, dengan usia produktif sebanyak 2.379.411 atau setara dengan 66 %, adalah sumberdaya yang luar biasa.
Merujuk pada dokumen Kominfo, terdapat 5 landasan ICT yang kuat dalam membangun smartcity, yang terdiri dari : 1. Penyebaran jaringan broadband, 2. Penggunaan smart devices, 3. Mengembangkan ruang perkotaan yang pintar, 4. Mengembangkan apliksi berbasis web dan e-services, dan 5. Membuka data pemerintah.
Tentunya butuh waktu, biaya dan keinginan yang kuat untuk menjalankan smart city, sehingga mimpi bahwa tempat tinggal kita menjadi smart goverment, smart people, smart economy, smart mobility, smart living dan smart live segera terwujud. Tidak cukup dengan jaringan yang memadai, dibutuhkan pula SDM yang mumpuni, serta ketersediaan data dan anggaran.
Sebagai blogger, saya mendukung Kabupaten Bandung, menjadi satu dari 100 smart city di Indonesia, karena pemerintah tidak dapat berjalan sendiri. Perlu dukungan dari berbagai fihak, dalam hal ini masyarakat, akademisi, pengusaha dan juga komunitas. Dukungan dapat diberikan salah satu diantaranya adalah menjadi agen perubahan dengan berbagi informasi secara benar.
#Menuju100SmartCity
Sumber :
BPS Kab Bandung, Kabupaten Bandung Dalam Angka, 2017
Diskominfo Kota Bandung, Bandung Smart City, 2015
Siti Widharetno Mursalim, Implementasi Smart City Kota Bandung, 2017
COMMENTS