#liburakhirtahun #hotelAkhsaya #karawang #purwakarta #jatiluhur #satemaranggi #galuhmas
Hore ...libur akhir tahun....
Fiuh, akhir tahun 2018, bukan hanya anak-anak yang ingin berlibur, saya juga. Jadwal yang padat di 2018 lumayan menyita energi. Biasanya akhir tahun saya ada job ke luar daerah, tapi kali ini tugas saya adalah menyelesaikan beberapa program plus menyiapkan program tahun 2019. Dan, saking padatnya saya benar-benar butuh libur.
Sebetulnya sudah sejak 1 bulan yang lalu bolak-balik lihat kalender. Ada kesempatan libur sambil ambil rapot AA di Ciamis. Pas, Dekranasda Jawa Barat mengadakan pameran. Tapi, ternyata, besoknya saya harus rapat di Bandung. Batal deh acara liburan di pantai. Mendekati akhir tahun semakin sulit mencari tempat berlibur. Hotel mahal, apalagi pas hari besar, tempat wisata pun tentunya dipadati pengunjung. Duh, harus cari tempat wisata yang tidak terlalu ramai. Kira-kira kemana ya?
Setelah browsing ke beberapa lokasi, wilayah Barat dapat jadi pilihan. Garut, Tasik, Pangandaran, Subang, bahkan Bandung, bukan tempat yang asyik. Macet, padat, penuh, jadi kondisi yang betul-betul harus kami hindari. Mau ke Jakarta, malas di tolnya yang masih ada proyek pembangunan. Bogor, pasti juga padat. Akhirnya pilihan jatuh ke Purwakarta dan Karawang. Purwakarta, bisa jadi tempat ideal. Tidak macet, jarak cukup dekat dari Bandung, makanannya pun enak-enak. Kalau Karawang, penginapannya banyak dengan harga yang bersahabat.
Kebetulan, saya masih punya voucher hadiah dari C2live dan skyscanner lumayan, bisa dipakai untuk bermalam. "Nginap di tempat yang enak ya bu," permintaan anak-anak. Dulu, karena saya jarang reservasi, kami pernah dapat pengalaman tidak menyenangkan saat berlibur akhir tahun. Sekarang, setelah sering berinteraksi di dunia maya dan ikut event blogger, saya jadi lebih teliti dalam membuat rencana.
Akhirnya Libur...
Tanggal 23 Desember, kami berencana pergi berlibur. Tadinya mau berangkat subuh, tapi paginya ada sepupu yang menikahkan anaknya. Tentunya kami harus berangkat selesai acara. Setelah dari undangan, kami lalu berangkat menuju Karawang. Hari Minggu, Bandung sudah mulai padat. Sejak jalan Dago hingga pasteur, rasanya sulit mencari jalan yang lengang. Barulah memasuki tol, mobil dapat berjalan lancar. Tampak dari arah Jakarta, mobil padat memasuki Bandung. Bye, bye, Bandung, kami mau jalan-jalan dulu.
Sambil di jalan, saya mulai memesan penginapan. Akhirnya pilihan saya jatuh pada hotel Akhsaya yang ternyata dulunya bernama hotel Blue Celecton. Saya pesan menggunakan aplikasi skyscanner. Dari aplikasi tersebut, diarahkan menuju Agoda yang saat itu punya rate paling murah.
Perjalanan dari Bandung ke Karawang ditempuh selama 2 jam. Kami tiba di hotel Akhsaya pukul 16.00. Setelah shalat ashar, kami bersiap-siap untuk berenang. Niat dari Bandung memang mencari hotel yang punya kolam renang, dekat dengan kota, dan pemandangannya bagus. Akshaya merupakan salah satu hotel yang sesuai dengan keinginan anak-anak.
Sesampainya di kolam renang, tampak sudah banyak pengunjung yang berenang. Udara Karawang yang hangat, membuat air di kolam renang tidak sedingin di Bandung. Tidak terasa, hampir dua jam kami berenang. Langit sudah mulai berwarna jingga, bertanda malam akan segera tiba. Segera kami beranjak untuk shalat maghrib dan makan malam. Sekalian, saya ingin mengajak anak-anak berkeliling kota. Supaya mereka tahu kota-kota di Jawa Barat, sebelum mereka berkunjung ke kota lain.
Karawang kota Industri
Hotel Akshaya tidak jauh dari wilayah Galuh Mas, yang menjadi pusat pertumbuhan baru di Karawang. Dulu, saya melihat Karawang sebagai kota kecil. Tetapi, saat ini dengan pesatnya aktivitas Industri, menyebabkan Karawang terus bergerak pesat. Kalau melihat upah minimum kabupaten, maka kita tidak akan terkejut. Dibanding Tasikmalaya yang sejak lama terkenal ramai, saat ini Karawang jauh lebih ramai.
Setelah berputar-putar di Galuh Mas, kami pun memutuskan mampir ke Food Trade untuk mencari makan malam. Tadinya mau mencari beberapa makanan legendaris di daerah Karawang Barat, tapi karena sudah pada kelaparan, efek berenang sore hari, saya pun mengalah. Tampak beberapa tenda memanjang di food trade Galuh Mas. Rupanya siang harinya baru selesai Go Food Festival. Sayang sekali kami terlambat. Kalau tahu informasinya, bakal seru menikmati jajanan Khas karawang di satu tempat.
Walau menu yang kami santap bukanlah yang diinginkan, tapi tidak apa, karena ternyata lokasi tersebut dijadikan tempat pasar malam. Setelah menikmati makan malam, anak-anak pun memaksa mencoba beberapa permainan. Padahal di Bandung juga ada yang beginian mah. Tapi kan sudah lama tidak ke pasar malam, ujar si Bungsu. Ibu mah senang saja, kalau bisa jajan murmer. Artinya budget liburan masih bisa dialokasikan untuk yang lain. Usai bermain, kami kembali ke hotel, tak terasa waktu sudah pukul 9 malam. Waktunya istirahat, besok pagi anak-anak mau berenang lagi.
Kembali Berenang dilanjutkan ke Jatiluhur
Keesokan pagi setelah shalat subuh, anak-anak bersiap untuk berenang. Judulnya memaksimalkan fasilitasi. Karena masih pagi, kolam renang tidak seramai saat sore kemarin. Kami hanya ada waktu berenang sampai pukul 7, karena pukul 9 akan melanjutkan perjalanan ke Purwakarta. Selesai berenang, dan mandi, lalu kami sarapan. Makanan di hotel Akhsaya cukup variatif untuk kelas bintang 3. Hanya saja, karena sekarang manajemen berubah, menu yang dulu pernah saya nikmati tidak ada. Berganti manajemen, ganti pula kebijakan ya, hehe.Setelah selesai sarapan, kami pun bergegas check out dan bersiap melanjutkan perjalanan. Walau hari senin, karena jadwalnya cuti bersama, kota Karawang tidak terlalu ramai. Begitu pula dengan jalan tol Purbaleunyi. Ternyata perkiraan saya meleset. Untuk menempuh Jatiluhur, dibutuhkan waktu 1,5 jam dari Karawang. Ya, dari Purwakarta ke Karawang masih butuh 30 menit lagi. Dari tol purbaleunyi, kami keluar di gerbang tol Ciganea, karena jaraknya lebih dekat ke Jatiluhur daripada lewat kota.
Tiba di Jatiluhur, jalanan cukup ramai, tapi tidak padat. Tampak ada beberapa kendaraan yang juga menuju ke sana. Masuk ke Jatiluhur, dikenakan biaya Rp 20.000 untuk kendaraan roda 4, dan Rp 25.000 per orang. Jatiluhur sekarang sudah lebih ramai. Ada waterpark, rumah makan terapung, resort, atau parkiran sekedar duduk-duduk di seputaran danau. Karena sudah berkali-kali berenang, anak-anak tidak berminat lagi untuk berenang.
Kami ke Jatiluhur untuk mengenalkan pembangkit listrik terbesar di Jawa Barat yang juga merupakan irigasi terbesar. Pas semester lalu, Danis yang bungsu baru ada pembahasan tentang energi dan pembangkit listrik. jadi sekalian menjelaskan apa itu pembangkit listrik. Sayangnya umum tidak bisa masuk ke pembangkit. Kalau saya tahun 1991 sempat masuk ke pembangkit, saat acara kuliah lapangan dari kampus tentang irigasi.
Kami memilih untuk parkir di arena permainan. Di Jatiluhur, sepertinya curah hujan belum tinggi, karena danau tampak surut. Beberapa kapal terlihat bersandar di pinggir danau. Tampak pula ada beberapa orang petugas dari Dinas Perhubungan, tapi mereka tidak terlihat sibuk. sepertinya aktivitas penyeberangan tidak tampak terlalu ramai. Usai bermain, anak-anak sudah terlihat bosan. Sepertinya kalau ke Jatiluhur selain membuka bekal, acara yang menarik adalah berenang. kalau hanya berkeliling, dalam 1 jam juga danau sudah dapat dijelajahi dengan mobil.
Menikmati Maranggi di Kampung Plered
Sudah masuk dluhur, kami kemudian mencari mesjid untuk shalat dluhur dan rencananya dilanjutkan makan siang. Makanan khas Purwakarta yang banyak diminati adalah sate maranggi, soto sadang, ayam goreng dan simping. kalau cari yang unik memang maranggi, tapi adanya di Plered. Kurang lebih 30 menit dari Jatiluhur ke Plered. Kami putuskan untuk menuju plered.
Sebenarnya tidak ada yang aneh dengan maranggi, tapi kampung maranggi yang diresmikan oleh Pak Dedi bupati Purwakarta sebelumnya itu yang menarik. Melihat tukang sate berjejer di tempat yang disediakan sepertinya akan seru dibanding makan sate di rumah makan. Sebetulnya kalau tidak sedang musim libur, selain mencicipi maranggi, kita juga bisa mampir ke balai keramik. Sayang sedang libur jadi kantornya tutup.
Setiba di kampung Maranggi, kami mencari tempat yang kosong. Terdapat lebih dari 20 pedagang sater maranggi di Kampung Maranggi. Tempatnya sederhana, tapi bersih. tempat yang buka 24 jam ini, berada di samping stasiun Plered. Jadi ingat cerita teman yang saking inginnya makan maranggi sampai naik kereta ke Plered. Di kampung Maranggi, harga sate adalah Rp 17.000/10 tusuk, begitu pula harga semangkuk sup iga. Sedangkan harga nasi Rp 2.000,- murah kan. Kalau mau pesan minuman, ada warung lain yang menjual. Bagi yang tidak suka maranggi, mohon maaf di kampung maranggi hanya tersedia sate maranggi dan sup. Kalau melihat kedai sih ada yang jual ayam bakar, tapi katanya sudah lama tutup.
Menurut penjual, saat libur seperti ini mereka dapat menjual 1000 tusuk per hari. Satu warung dikelola oleh 2 orang. Lumayan juga ya, libur panjang menjadi sumber rejeki untuk banyak orang. Tidak usah khawatir kalau ke Kampung Maranggi, karena jumlah pedagang dan tempat duduknya banyak. Kami pun pembeli juga tidak pilih-pilih. Kalau rekomendasi dari situs wisata dan google local guide, recommended lah. Untuk 40 tusuk sate, 2 mangkuk sup, nasi dan jeruk panas, kami habis Rp 150.000,- cukup ramah di kantong. Rasa pun tidak kalah dengan sate yang harganya lebih mahal.
Wisata sudah, makan sudah, saatnya pulang ke Bandung. Tadinya mau lanjut ke Situ Wanayasa, tapi anak-anak sudah merengek pengen pulang. "Besok kan kita ada acara lagi," ucap anak no 2. Iya nih, liburan tahun ini kegiatan cukup padat. Tapi bagus lah, anak-anak jadi tidak main gadget terus. Kami memilih jalan Padalarang, walau lebih jauh daripada kalau kembali ke Ciganea. Sekaligus nostalgia, sudah lama tidak mampir lewat Cikalong Wetan.
Walau tidak banyak tempat wisata yang didatangi, tapi 2 hari ini anak-anak cukup puas. Kami pun juga tidak terlalu kelelahan di perjalanan. Maklum, selain bawa anak-anak kami juga bawa ibu yang usianya sudah mendekati 80 tahun. Terima kasih buat C2Live, kami bisa menikmati liburan akhir tahun dengan senang.
COMMENTS