Jaman berubah, teknologi berkembang, manusia pun harus beradaptasi. Jika kembali menelusuri revolusi industri yang dimulai lebih dari 2...
Jaman berubah, teknologi berkembang, manusia pun harus beradaptasi. Jika kembali menelusuri revolusi industri yang dimulai lebih dari 2 abad yang lalu, saat ini terjadi pergeseran yang luar biasa. Di era industri pertama, manusia melakukan kegiatan industri dengan memaksimalkan otot. Kemudian era tersebut mulai diperkuat dengan kehadiran mesin. Dan saat ini, internet yang semula hanya dimanfaatkan sebagai sarana komunikasi serta pengelolaan data, sudah dapat mengoperasikan alat, yang dikenal dengan istilah Internet of Things (IoT).
Revolusi industri yang telah memasuki fase-4 ini mau tidak mau akan hadir pula di Indonesia, sebuah negara dengan jumlah penduduk sekitar 264 juta jiwa, tersebar di 17.000 pulau. Situasi ini tentu sangat berbeda dengan apa yang terjadi di belahan dunia Eropa, Amerika, atau bahkan Cina. Menghadapi revolusi industri 4.0 menimbulkan banyak pertanyaan, diantaranya bagaimana kesiapan sumber daya manusia Indonesia dalam menghadapi era revolusi industri?
Isu ini yang kemudian menjadi landasan bagi Kementrian Perindustrian untuk mengadakan diskusi publik dengan judul "Penyiapan Sumber Daya Manusia Dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0". Acara yang dilaksanakan bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Teknologi Bandung, berlangsung pada hari Senin, 20 Agustus 2018 pada pukul 14.00-17.30 bertempat di Cafe The Parlor Rancakendal Bandung. Event ini diikuti oleh peserta dari berbagai kalangan, diantaranya pemerintahan, akademisi, mahasiswa dan pelaku usaha kecil.
Enam panelis dihadirkan sebagai pembicara dalam diskusi ini. Adapun keenam panelis ini adalah, sebagai berikut : (1). Kepala Pusdiklat Industri Kementerian Perindustrian Drs Mujiyono, MM, (2). Direktur Kimia, Sandang, Aneka, dan Kerajinan (KISAK) Dirjen Industri Kecil dan Menengah Kementrian Perindustrian, Ratna Utarianingrum, (3). Head Corporate Communication Biofarma, N Nurlaela Arief, MBA, MIPR, (4). Guru Besar ITB, Prof Dr. Suhono Harso Supangkat, (5). Direktur Eksekutif dan Pengamat Ekonomi EconAct, Ronny P Sasmita, dan (6). Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Ade Sudrajat.
Foto bersama pimpinan STTB, Kemenperin beserta panelis |
Pada pembukaan Bapak Muchammad Naseer, S.Kom. MT, menyampaikan bahwa STTB sebagai perguruan tinggi yang sangat memperhatikan lulusannya. Sehingga mengupayakan berkolaborasi dengan para praktisi dari dunia industri. Salah satunya melalui penggunaan kurikulum yang merupakan hasil pemilikiran serta diskusi dengan para pengguna lulusan sehingga sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri. Hal tersebut dilakukan untuk mendukung program pemerintah dalam rangka menyiapkan tenaga kerja yang kompeten.
Seperti yang disampaikan oleh Drs Mujiyono, MmM, bahwa Pusdiklat Industri telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia, diantaranya bagi pendidikan SMK, vokasi dan politeknik. Kementrian Perindustrian sedang menyiapkan sertifikasi bagi 1 juta tenaga kerja berdasarkan standar kompetensi keahlian nasional Indonesia (SKKNI). Strategi yang dilakukan adalah dengan melakukan kolaborasi penyiapan tenaga kerja industri kompetent, meliputi :
1. Pendidikan vokasi menuju dual system Jerman, 2. Pembangunan politeknik/akademi komunitas di kawasan industri /WPPI, 3. Pembangunan link and match SMK dan Industri, 4. Pendidikan dan Pelatihan sistem 3 in 1, dan 5. Sertifikasi kompetensi. Di Jawa Barat, sudah banyak SMK yang menjadi mitra Pusdiklat Perindustrian, walau belum dapat menjangkau seluruh sekolah.
Ibu Ratna Utarianingrum menjelaskan peluang industri kreatif di era revolusi industri 4.0. Dengan 16 sub sektor ekonomi kreatif, Kementrian Perindustrian telah menyusun peta jalan pengembangan sektor ini. Dari 16 sub sektor ekonomi kreatif, terdapat 4 sub sektor yang menjadi prioritas pembinaan dari Kementrian Perindustrian, yaitu fashion, kerajinan, animasi dan video serta permaninan interaktif. Tetapi di luar 4 sektor industri kreatif, Kementrian Perindustrian juga memiliki program unggulan, yaitu e-smart ikm 2017. Program ini telah menjangkau 2.430 IKM seluruh Indonesia dari 9 sektor usaha. Hingga Mei 2018, program ini telah membukukan transaksi lebih dari 601 Milyar Rupiah. Dalam menyiapkan revolusi industri 4.0, terdapat 5 sektor prioritas yang akan didorong Kemenperin menuju "Indonesia making 4.0", yaitu : 1. Makanan dan minuman, 2. Tekstil dan pakaian, 3. Otomotif, 4. Elektronik, dan 5. Kimia.
Tetapi, disisi lain, Indonesia masih menghadapi masalah pengangguran yang cukup besar. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Ronny P Sasmita EcoAct yang merupakan panelis terakhir. Beliau menyampaikan beberapa kondisi tentang sumber daya manusia di Indonesia. Mulai dari jumlah penduduk yang besar, tingginya angka pengangguran, kurikulum pendidikan yang tidak merata, dan lainnya. Secara makro, Pak Ronny melihat, bahwa jika ingin melakukan revolusi industri 4.0, perlu disiapkan lapangan kerja yang cukup bagi masyarakat yang sebagian masih mengenyam pendidikan sekolah menengah pertama. Dan tentunya pendidikan yang tepat dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri.
Walau bagaimanapun, revolusi industri 4.0 adalah sebuah keniscayaan. Kapankah sumber daya manusia Indonesia siap untuk menghadapi, adalah menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah, industri, dunia pendidikan dan masyarakat. Apalagi di tahun 2030 Indonesia akan mendapat bonus demografi. Akankah generasi Y dan Z Indonesia dapat bersaing? Tentunya harus disiapkan sejak sekarang, dan tidak dapat menunggu nanti.
#DiskusiPublikIndustri
#MakinIndonesia4.0
#Industri4
#Kemenperin
#STTBandung
Referensi :
1. Drs Mujiyono, MM, Vokasi Industri sebagai Solusi Penyiapan SDM di Era Industri 4.0,
2. Ratna Utarianingrum, Industri Kreatif di Era Revolusi Industri 4.0
3. Ronny P Sasmita, paparan presentasi
COMMENTS