Tugas ke Lombok menjadi tawaran yang sulit saya tolak. Berawal dari telpon masuk dari seorang teman yang meminta saya terlibat dalam s...
Tugas ke Lombok menjadi tawaran yang sulit saya tolak. Berawal dari telpon masuk dari seorang teman yang meminta saya terlibat dalam sebuah projek survey. Membayangkan lombok, adalah membayangkan wisata halal yang sedang ramai dibicarakan, merasakan ayam taliwang langsung dari dukuh taliwang, dan mungkin laut. Yang nomor 3 ini saya pesimis. Jumlah responden yang banyak plus target harus bertemu dengan orang nomor 1 di Kabupaten Lombok Barat, jadi tantangan yang tidak mudah. Apalagi lokasi memginap yang katanya jauh dari lokasi survey. Lupakan dulu agenda wisata, target pekerjaan dulu harus tercapai.
Satu hari, dua hari, hingga empat hari saya di Lombok. Data responden sudah terpenuhi, tinggal input data dan menyisir sisa-sisa. Bertemu Pak Bupati pun sudah, tetapi tanda-tanda liburan, belum juga muncul. Hari Sabtu masih kami isi dengan kerja. Ya sudahlah. Menjelang malam, saya menyelesaikan laporan yang tertunda di kamar, sendirian.
"Mbak, yuk jalan." Teman yang juga korlap, mengetuk kamar, hari minggu pagi itu. Saya masih belum mandi, hari minggu pagi, enaknya leyeh-leyeh di kamar. "Memang kita mau kemana?", ujar saya. Bayangan masih ke lapangan sekelebat muncul. "Hari ini kan Minggu. Break dulu deh," agak malas saya menanggapi ajakan teman.
"Ya main lah. Masa kerja melulu. Yuk, setengah jam lagi ketemu di bawah....." Tuing, tuing, tanpa banyak bicara saya bergegas mandi bersiap dan saya lupa bertanya mau kemana. Tidak masalah, hari itu saya betul-betul jenuh dan ingin main.
Sambil di jalan, saya bertanya tujuan kami, dan teman saya hanya bilang, jalan lah. Dari penginapan di sebuah guest house di Jalan Pariwisata Kota Mataram, kami berbelok ke arah Senggigi. Saya fikir kami akan berhenti ternyata perjalanan masih belum selesai. Ternyata teman saya mengajak ke Gili Trawangan. Selepas Senggigi, saya melihat tiga gili tampak di depan, Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air, icon wisata Lombok yang disebut juga sebagai "Bali nya " NTB.
Setelah menempuh 1,5 jam menggunakan motor, sampailah kami di pelabuhan Bangsal pukul 10.00. Kami menyimpan motor di tempat penitipan, dengan membayar Rp 3.000,- untuk penitipan motor setengah hari dan Rp 5.000,- untuk biaya penitipan satu hari.
Gili Trawangan
Setelah menitipkan motor, kami menuju kantor pelabuhan Bangsal unik membayar karcis. Kami memilih menggunakan kapal klotok dengan harga tiket per orang Rp 15.000 untuk ke Gili Trawangan. Biaya ke Gili Meno dan Gili Air lebih murah. Tapi teman memilih ke Gili Trawangan. Sekitar 30 menit kami menunggu. Hari itu Pelabuhan Bangsal cukup ramai, sepertinya banyak yang akan berwisata ke Gili. Selain menggunakan kapal kecil, pengunjung bisa pula menggunakan speed boat dengan biaya sewa Rp 85.000/orang. Hehe, kami pilih yang ekonomis deh.
Rombongan Bu Siti, silakan naik ke kapal, panggil petugas tiket. Kami bergegas menuju kapal yang sudah ditunjuk. Bukan kapal besar, tapi mudah-mudahan aman. Tampak jaket pelampung di atas kapal. Saya memilih duduk di ujung, dekat haluan, sambil melihat pemandangan ke depan. Sekitar 30 menit, kami di kapal, tak terasa sudah sampai. Air yang biru jernih, bersih, menyegarkan mata menarik saya untuk terjun. Timbul penyesalan, karena saya tidak membawa baju renang maupun baju ganti.
Gili Trawangan penuh sekali hari Minggu. Kapal bergantian datang dan pergi. Turis lokal maupun turis asing tumpah ruah. Hari menunjukkan pukul 11.00, matahari mulai naik, pasir pun mulai terasa panas. Beberapa turis asing berkulit putih dengan bikini tampak hilir mudik. Beberapa diantaranya mulai berjemur. Hebat fikir saya, panas demikian teriknya dan mereka berjemur. Saya saja yang terbiasa di daerah tropis tak kuat menahan panas, mereka malah mencari matahari.
Kami berjalan ke dalam, melihat-lihat sekeliling. Tidak ada satupun kendaraan bermesin. Hanya ada sepeda dan Cidomo (kereta kuda) ukuran lebih kecil dari delman. Semula teman mengajak naik sepeda,tapi terus terang sejak terakhir jatuh dari sepeda di Aceh tahun 2007 lalu, saya agak trauma naik sepeda. Akhirnya kami berjalan kaki sampai lelah, dan perut terasa lapar. Tapi tidak usah khawatir di Gili Trawangan, sangat banyak penjual makanan. Mulai penjual nasi pincuk, warung, hingga cafe dengan aneka menu lokal, nasional, western juga tersedia. Berhubung tim kami perut nasi, pilihan jatuh pada nasi pincuk yang dijual ibu-ibu bersepeda seharga Rp 15.000/pincuk. Harga makanan di Gili Trawangan nyaris 2 kali lipat harga di Mataram. Kocek terbesar kami pun untuk makan dan minum. Usai makan, waktu dluhur pun tiba. Lalu kami mencari mesjid.
Walau pengunjung mayoritas adalah turis asing, tapi warga Gili Trawangan mayoritas muslim. Ada sebuah mesjid tak jauh dari pelabuhan, kita-kira 100 m ke arah kiri dari pelabuhan. Masjid tersebut sedang direnovasi. Lokasinya masuk ke dalam gang. Kami kemudian beristirahat sejenak seusai shalat, karena panas betul-betul.menyengat.
Laut Gili Trawangan, Nan Tenang Memukau
Sudah sampai di Gili Trawangan tidak main air, akan menyesal. Walau tidak membawa baju ganti, minimal kaki ini terendam air laut dan merasakan deburan ombak kecil. Kami keluar dari mesjid sekitar pukul 13.30'dan menuju sisi kanan pelabuhan. Tampak banyak turis asing dan lokal yang sudah masuk ke laut. Beberapa diantaranya menaiki kapal menuju taman laut. Perairan Gili memiliki taman laut yang memukau. Dan lagi-lagi saya harus menahan diri.
Saat itu tampak keluarga beserta anak balita berwisata. Dari logatnya bukan Lombok, melainkam melayu. Sepertinya dari Malaysia. Banyak juga pengunjung yang asli penduduk Lombok. Memang jika di pantai pemandangan turis asing berbikini tidak bisa dilarang, hanya saja bagi balita dan anak-anak kita, mungkin bukan jadi pemandangan yang baik.
Terlepas dari itu, Gili Trawangan bagi saya sebuah tempat wisata yang luar biasa. Saya belum puas dan ingin kembali lagi. Lombok dengan wisata halal, perairan yang indah, perbukitan yang memukau, budaya lokal yang menarik, menjadi salah satu pilihan wisata keluarga yang akan jadi prioritas.
Sayang karena kami naik motor, pukul 17.00 kami harus melewati Senggigi. Akhirnya kami kembali pukul 15.30. Penyeberangan terakhir dari dan ke Bangsal adalah pukul 16.00 untuk fast boat.
Waktu yang terbatas, dan belum bisa berenang membuat saya ingin kembali lagi. Harapannya bisa mengajak keluarga. Kalau ingin puas, sebaiknya menginap di Gili. Banyak penginapan yang disewakan mulai Rp 200.000/malam.
Saat membuat tulisan ini, pikiran saya kembali kesana. Trip ke Lombok belum bisa bikin saya move on. Next, saya akan kembali dengan orang-orang tersayang.
#GiliTrawangan #WisataBahari #Lombok #NusaTenggaraBarat #KabupatenLombokUtara #Survey #Travelling #WonderfulIndonesia #MyWorkMyAdventure
COMMENTS