Namanya Murni, aku mengenalnya saat kunjungan ke desa satu bulan lalu. Diantara peserta pelatihan saat itu dia cukup menonjol. Selalu ak...
Namanya Murni, aku mengenalnya saat kunjungan ke desa satu bulan lalu. Diantara peserta pelatihan saat itu dia cukup menonjol. Selalu aktif, ceria, tertawa dan mengajukan diri saat games-games dimainkan. Tampak tidak ada yang aneh dengan dirinya. Hingga saat kami meminta perwakilan desa untuk diwawancarai, dan Bu Sekdes mengajukan Anik untuk jadi salah seorang responden.
Tetiba tangisnya pecah. Aku bingung apa yang salah dengan pertanyaan kami, saat kami bertanya, dia bersekolah dimana. Sambil menunggu Murni tenang, aku bergeser tempat duduk mendekat Bu Sekdes. "Kenapa bu?" Tanyaku dengan pikiran yang dipenuhi berbagai tanya. Sambil menghela napas Bu Sekdes menjawab," Dia berhenti sekolah sejak dua tahun yang lalu. Padahal anaknya pandai. Korban keegoisan orang tua. Kedua orang tua bercerai. Ayahnya menikah lagi dan tinggal di Kalimantan, ibunya bekerja di Jakarta menjadi pembantu rumah tangga. Dia saat ini tinggal di rumah sendiri, dan bekerja di pasar."
Murni berhenti sekolah karena depresi. Dia tidak kuat selalu mendengar pertengkaran orang tuanya hampir setiap hari yang berakhir dengan perceraian. Murni saat ini tinggal sendiri, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dia bekerja menjadi pelayan toko kelontong di pasar.
"Aku masih ingin sekolah bu. Aku ingin kuliah, menjadi guru, bebagi pengetahuan dengan anak-anak di desaku" ujar Murni saat setelah hatinya tenang. "Aku berhenti sekolah karena sering sakit kepala dan tak tahan diejek. Teman-teman bilang aku gak punya bapak. Tapi aku mau pindah sekolah di tempat yang jauh, sambil mondok".
Sekarang giliran kami yang galau. Aku dan Randi saling bertatapan untuk mengakhiri wawancara. Speechless, lidah kami mendadak kelu. Baru satu desa yang kami datangi, mendata anak-anak perempuan putus sekolah sambil memberikan penyuluhan kesehatan reproduksi. Kami belum tahu berapa banyak kisah sedih yang akan kami dengar pada kunjungan kami nanti.
Seorang anak perempuan, bintang kelas usia 16 tahun yang berhenti sekolah karena depresi, ditambah jadi korban bulying akibat pertengkaran orang tua. Mendadak teringat anak-anak di rumah. Ah, kadang sebagai orang tua saat kesal kita tidak sadar bahwa semua tindakan kita akan berdampak justru pada anak-anak yang Tuhan titipkan pada kita.
Di luar sana masih banyak Murni lain, dengan derita dan kisah yang berbeda. Semoga mereka bisa kuat dan tumbuh jadi perempuan hebat. Aku yakin mereka pasti bisa.
#fiksi #truestory #korbanperceraian #bulying
COMMENTS