"Punya anak jangan hanya dua, apalagi kalau usianya dekat, nanti kita kesepian," Ujar suami, setelah anak kedua lahir. Suami m...
"Punya anak jangan hanya dua, apalagi kalau usianya dekat, nanti kita kesepian," Ujar suami, setelah anak kedua lahir. Suami memiliki satu orang kakak, jadi kalau ada keperluan, ya mereka berunding berdua. Berbeda dengan saya, yang memiliki tiga saudara. Jarak usia kami 4 tahun, jadi jarak saya dengan adik bungsu 10 tahun. Terkadang teringat masa kecil dulu, saya yang sudah kuliah, dan adik saya masih kelas 4 SD. Tetapi, tetap saja rasanya gemas kalau tidak ganggu. Walhasil, ibu saya sering mengomel menasehati saya paling besar untuk mengalah. Dan memang benar, saat kami sudah dewasa, karena berempat, kami sering bergiliran menemani ibu yang tinggal sendiri karena ayah sudah meninggal 25 tahun yang lalu.
Sekarang, saya dikaruniai putra 3 orang, dengan selisih usia yang cukup jauh satu dengan yang lain. Semula sempat agak kesal, karena saat anak pertama sudah kuliah, anak ketiga masih duduk di taman kanak-kanak. Walhasil, dalam rapat orang tua murid, saya sering berbeda faham dengan mamah muda, Namanya juga beda generasi, beda pemikiran. Pemikiran saya ke kanan, pemikiran mereka ke kiri, walau semua tujuannya sama untuk kebaikan anak-anak.
Tetapi, ternyata, hadirnya si kecil, membuat saya tidak terlalu kesepian. Anak pertama terpaksa harus kost, karena kampus tempat dia kuliah cukup jauh dari tempat tinggal kami. Tinggallah kami berempat. Di tahun 2017 lalu, kami bersepakat kalau anak saya yang kedua untuk melanjutkan pendidikan agama di pesantren. Berarti, kami di rumah tinggal bertiga, saya, suami, dan putra ketiga. Akhirnya, si kecil ini yang sekarang menjadi teman sehari-hari. Kalau dulu saya sering kesal melihat pertengkaran anak-anak, sekarang saya malah sering merasa rindu terhadap perselisihan mereka. Mulai dari kakak mengganggu adik, begitu pula sebaliknya, atau saling berebut mainan. Peristiwa tersebut sekarang tidak terjadi. Kadang saya malah yang suka mengganggu anak saya, entah mengelitiki, atau hanya sekedar meledek.
Walau tinggal berjauhan, perhatian pada anak-anak tetaplah harus dijaga. Misalnya, dengan anak no 1, saya sering berkomunikasi via sosial media ataupun menelpon di saat sedang tidak kuliah. Kadang hanya sekedar bertanya kabar, mengingatkan shalat, makan dan istirahat. Kadang kalau sedang banya tugas, dia suka lupa makan dan istirahat. Berbeda dengananak kedua. Karena tinggal di pesarntren, maka tidak boleh membawa telpon genggam. Setiap pekan, terutama di hari Sabtu, saya selalu menghubungi melalui telpon guru. Tetapi terkadang kalau sudah sangat rindu, saya kontak dia di malam hari. Hehehe, ini yang rindu sih emaknya ya. Kadang, anaknya suka cuek.
Begitu pula saat saya harus bertugas ke luar kota. Kalau dengan suami, saya usahakan setiap pagi atau malam berkomunikasi. Karena saya lebih ingat jadwal kegiatan dan kelengkapan anak di sekolah. Mulai dari warna seragam yang dipakai, jadwal pelajaran dan tugas. Walau di luar kota, urusan tugas sekolah, ya saya yang kontak wali kelasnya. Jadi setiap sore selesai dari lapangan, saya selalu mengecek grup whaatsapp kelas, siapa tahu ada tugas yang harus dilakukan anak saya untuk esok hari.
Begitu pula saat anak-anak sakit. Sejak anak pertama, saya menggunakan Tempra syrup sebagai obat penurun panas. Saat anak balita, selalu saja ada kondisi yang membuat anak demam. Apakah baru di imunisasi, terkena batuk pilek, atau juga kondisi cuaca yang tidak baik. Tempra syrup saya berikan karena dosisnya tepat, satu sendok teh atau 5 ml Tempra syrup mengandung 160 ml paracetamol, tidak perlu dikocok, dan aman di lambung. Tempra syrup terdiri dari 3 jenis, yaitu tempra drops, tempra syrup dan tempra forte. Tempra drops untuk balita di bawah 2 tahun, tempra syrup untuk anak usia 1-6 tahun, dan tempra forte untuk usia 6-12 tahun atau lebih.
Kadang perhatian yang kita berikan harus dalam bentuk fisik seperti pelukan, maupun juga pemberian barang. Tetapi, saat harus berjauhan dengan anak, komunikasi melalui telpon secara rutin juga merupakan bentuk perhatian. Saya teringat, saat anak pertama masih sekolah, setiap siang saya selalu menelpon mengingatkan dia untuk makan dan shalat. Temannya sampai berkata,"Ibu kamu kok perhatian banget ya, ibu aku sih cuek, gak pernah telpon, tanya kabar saya di sekolah". Saya sadar, walaupun sibuk bekerja, semua itu toh diantaranya adalah untuk anak. Ternyata perhatian yang saya berikan memberikan kesan mendalam, begitu pula pada anak kedua dan ketiga. Komunikasi rutin, tapi tidak terlalu sering juga, membuat hati ibu dan anak tetap terpaut. Prinsip saya, adalah jangan sampai mendapatkan informasi tentang anak dari orang lain. Kapanpun dan dimanapun anak menelpon, saya selalu berusaha menerima telpon, walau dalam kondisi sedang rapat. Mungkin agak berlebihan, tapi kalau anak menelpon, pasti ada hal yang penting. Sampai kapanpun, anak adalah buah hati kita yang harus terus mendapatkan perhatian. Perhatian dari ibu akan terus membekas dan membuat anak bahagia. Saya akin, pengalaman tersebut akan mereka terapkan pula di keluarga kecil mereka kelak.
Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog yang diselenggarakan oleh Blogger Perempuan Network dan Tempra
#Tempra #SelaluAdaCintadiHatiBunda
COMMENTS